Minggu, 21 November 2010

Pangkak dan Uring Gasing

Pangkak dan Uring Gasing Berlangsung Seru

SALAH satu perlombaan tradisional yang ditampilkan dalam Festival Budaya Bumi Khatulistiwa adalah Lomba Pangkak dan Uring Gasing. Kegiatan ini dilaksanakan kemarin  di Halaman Kantor Balai Kajian Sejarah, Jalan Sutoyo. Peserta lomba diikuti Kabupaten Landak, Kota Pontianak, Sekadau, Singkawang, Kubu Raya, Ketapang dan Kabupaten Kapuas Hulu. Hujan yang menyirami Kota Pontianak tak menghalangi peserta lomba.

”Alhamdulillah, lapangan tidak tergenang air, seperti Jalan Sutoyo, sehingga pertandingan tetap terus dilaksanakan,” ujar Ikhsan,  koordinator lomba, saat ditemui di lapangan perlombaan. Peserta dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok Pangkak secara beregu, yang terdiri dari tiga orang untuk setiap regu, dan kelompok uri rindu secara perorangan. ”Pada saat perlombaan peserta diharuskan memakai pakaian adat daerah masing-masing, dan setiap peserta diwajibkan menyediakan atau membawa gasing sendiri. Bentuk gasing yang digunakan berukuran keliling badan maksimal 32 cm dan tinggi  gasing maksimal 10 cm,” ungkap Ikhsan.

Sistem pertandingan yang digunakan adalah gugur dan keputusan pemenang ditentukan oleh dewan juri. Untuk persyaran Uri Gasing, setiap peserta diwajibkan membawa semua perlengkapan yang dipergunakan dalam perlombaan seperti Gasing, Piring, Penyendok dan sebagainya. Berat gasing maksimal 4,5 ons dan akan dilakukan penimbangan sebelum tampil tanding. Besar gasing atau keliling badan gasing maksimal 35 cm, diukur dari badan gasing. Tidak dibenarkan mengisi gasing dengan benda logam atau yang sejenisnya. Gasing yang berhak mengikuti lomba adalah gasing yang telah diperiksa dan dinyatakan lolos seleksi oleh Panitia.

”Apabila ada gasing juara yang dicurigai, panitia berhak untuk memeriksa ulang, dan terbukti terjadi pelanggaran maka kejuaraanya dicabut, dan yang berhak mendapat juara adalah urutan pemenang dibawahnya secara berjenjang,” jelas Ikhsan.(wah)

sumber : http://disbudpar.kalbarprov.go.id/news/217-pangkak-dan-uring-gasing-.html

Sipet: Senjata Sumpit Dayak

Sumpit atau lebih dikenal di daerah Kalimantan Tengah dengan sebutan sipet adalah salah satu senjata yang sering digunakan oleh suku Dayak maupun oleh masyarakat Melayu. Dari segi penggunaannya sumpit atau sipet ini memiliki keunggulan tersendiri karena dapat digunakan sebagai senjata jarak jauh dan tidak merusak alam karena bahan pembuatannya yang alami. Dan salah satu kelebihan dari sumpit atau sipet ini memiliki akurasi tembak yang dapat mencapai 218 yard atau sekitar 200 meter.

Dilihat dari bentuknya sumpit, sumpit memiliki bentuk yang bulat dan memiliki panjang antara 1,5-2 meter, berdiameter sekitar 2-3 sentimeter. Pada ujung sumpit ini diolah sasaran bidik seperti batok kecil seperti wajik yang berukuran 3-5 sentimeter. Pada bagian tengah dari sumpit dilubangi sebagai tempat masuknya damek (anak sumpit). Pada bagian bagian atas sumpit lebih tepatnya pada bagian depan sasaran bidik dipasang sebuah tombak atau sangkoh (dalam bahasa Dayak). Sangkoh terbuat dari batu gunung yang lalu diikat dengan anyaman uei (rotan).

Jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat sumpit pada umumnya adalah kayu tampang, kayu ulin atau tabalien, kayu plepek, dan kayu resak. Tak ketinggalan juga tamiang atau lamiang, yaitu sejenis bambu yang berukuran kecil, beruas panjang, keras, dan mengandung racun. Tidak semua orang memiliki keahlian dalam membuat sumpit atau sipet. Di Pulau Kalimantan saja hanya ada beberapa suku saja yang memiliki keahlian dalam pembuatan sumpit, yaitu suku Dayak Ot Danum, Punan, Apu Kayan, Bahau, Siang, dan suku Dayak Pasir.

Dalam proses pembuatan sumpit atau sipet dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama ketrampilan tangan dari sang pembuat. Cara kedua, yaitu dengan menggunakan tenaga dari alam dengan memanfaatkan kekuatan arus air riam yang dibuat menjadi semacam kincir penumbuk padi. Harga jual sumpit atau sipet telah ditentukan oleh hukum adat, yaitu sebesar jipen ije atau due halamaung taheta.

Menurut kepercayaan suku Dayak sumpit atau sipet ini tidak boleh digunakan untuk membunuh sesama. Sumpit atau sipet hanya dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti berburu. Sipet ini tidak diperkenankan atau pantang diinjak-injak apalagi dipotong dengan parang karena jika hal tersebut dilakukan artinya melanggar hukum adat, yang dapat mengakibatkan pelakunya akan dituntut dalam rapat adat.

sumber : http://betang.com/artikel/seni-budaya/sipet-senjata-sumpit-dayak.html

 
Powered by Hansendesign